Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan kata teror sebagai usaha menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman oleh seseorang atau golongan tertentu. Sedangkan kata terorisme mengarah pada tindakan atau penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan praktik tindakan teror.
Aksi kekerasan tersebut merupakan tindak pidana terorisme.
Karena itulah dalam pasal 6 dan 7 Undang-undang Republik Indonesia No. 15 tahun 2003 tentang
tindak pidana terorisme mendifinisakan terorisme sebagai:
a.
Suatu tindakan yang dilakukan oleh
setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan
untuk menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas
atau menimbulkan korban yang bersifat
massal, dengan cara
merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda
orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis
atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional.
b.
Suatu tindakan yang dilakukan oleh
setiap orang yang secara melawan hukum
untuk memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh,
menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa mempunyai persediaan
padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan,
mempergunakan, atau mengeluarkan ke dan/atau dari Indonesia suatu senjata api,
amunisi, atau suatu bahan peledak dan bahan-bahan lainnya yang berbahaya dengan
maksud untuk melakukan tindak pidana terorisme.
Disinilah peran sebuah saluran informasi
sebaga penyebar aksi teror tersebut. Dimana aksi teror disini tidak semata-mata
menuju pada besarnya jumlah korban yang ditimbulkan. Namun publikasi media masa
adalah salah satu tujuan utama dari aksi teror tersebut sehingga akan
mendapatkan hasil dari besarnya ‘’ketakutan’’ yang terus menerus dikabarkan
oleh media (Piliang, 2004)
Dalam konteks negara demokrasi seperti
Indonesia sebaran informasi sulit
dibendung. Media-media saat ini berhak mengumpulkan berbagai informasi kemudian
menyebarluaskannya dengan menganut kebebasan pers. Alasan inilah yang membuat
sebaran informasi termasuk terorisme sulit untuk dibendung. (Djelantik, 2010).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar